gunadarma.ac.id

Rabu, 29 April 2015

manusia dan cinta kasih



“pak tua dan keringatnya”
 
Fajar terbit bersama asa di pagi itu, ketika umur dipacu waktu pak tua masi saja nampak kokoh dengan segala beban yang iya tarik disetiap paginya. Ia tak lebih dari petugas kebersihan komplek yang sangat congkak namun ramah bila menyapanya, kantong demi kantong ia hampiri agar gerobaknya terisi penuh oleh rezekinya, berlpiskan selang bekas yang di selempangkan dipundak ia nampak mensukuri nikmat yang diberikan illahi, batinku terusik melihat pemandangan seperti itu, apakah sang buah hati tak lagi ingat kepada sosok ayah yang seperti ini? Entahlah. Sang fajar mulai merangkak menuju dhuha , tampak dari kejauhan gerobak sampah pak tua mulai penuh terisi rezekinya, segera ia bergegas membawa sampah ketempat pembuangan akhir di komplek tersebut, suatu ketika ia tersengal ketika hendak melintas di jembatan hampir rusak karna sedang diperbaiki, sekuat tenaga ia melawan cobaan hari itu, tetap saja hanya keringat yang menetes melebih besar tenaga pak tua tersebut. Dengus nafas bagai kereta melaju cepat, tetap saja ia tak sanggup mengakhiri asanya. Tak sengaja kumelintas didepan pak tua yang sedang duduk menatap gerobaknya penuh harap, sekejap ingat sesosok ayah dirumah, seperti inikah beliau hidup demi anak anaknya?segera saja saya membantu pak tua tersebut, saya dorong dari belakang sekuat tenaga, dan pak tua menarik gerobaknya dengan setitik tenaga yang dimilikinya saat itu, syukur alhamdulillah gerobak pak tua berhasil melewati jalan tersebut, banyak terimakasih yang dia lontarkannya, karena hanya itulah ucapan yang menurut saya adalah cermin hidup betapa keras jika ingin hidup.
Keringat belum kering dibadan, jarak sudah menanti pak tua untuk mengantarkan sampah ke pembuangan akhir, jalan yang berlubang, kerikil, mungkin sudah akrab dengan kaki pak tua yang mulai rapuh. Seperti itulah hari hari pak tua dengan gerobak sampahnya, jika keringat masi bisa menetes disitulah rezeki wajib kita jemput, meminta bukanlah pekerjaan yang layak untuk hidup, mungkin itu kutipan kata dari pak tua yang terucap bersama angin ketika sedang bergurau waktu saya seusai membantunya, subhanallah, kakek setua ini masi saja bekerja untuk anak dan istrinya hanya untuk menjaga agar ia tidak meminta kepada sesama manusia . hanya allah lah yang pantas untuk meminta dan mengadu dimanapun kita berada, bersyukurlah atas rezeki yang kita peroleh hari ini karna dengan bersyukur membuat hidup kita lebih luas,  banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari pak tua, contohnya peduli lingkungan, malukah kita jika membuang sampah dijalan ? sedangankan petugas kebersihannya adalah orang yang jauh lebih tua dari kita? Pantaskah kita lelah akan hidup? Jika seorang pak tua mampu menarik bebaan seratus kali lipat disetiap harinya? Sudahkah kita bersyukur atas rezeki yang kita dapat hari ini? Senyum pak tua banyak memberikan dampak positiv buat diri saya bahwa kehidupan adalah aliran sungai yang buas jika kita lengah sedetik didalamnya, maka hargailah hidup kita, terimakasih pak tua atas inspirasinya..

Sekian.